Birokrasi

Wamenag Bahas Program Moderasi Beragama di Bondowoso

BONDOWOSO, suaratimuronline.com – Wakil Menteri Agama (Wamennag) Republik Indonesia, Zainut Taufik Sa’adi melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kabupaten Bondowoso, kunjungan dilakukan untuk membahas program – program Kementrian Agama yang nantinya bisa disinergikan pada kabupaten setempat.

Kunker tersebut selain membahas tentang program pemerintah juga mensosialisasikan program moderasi beragama. Kegiatan yang dikemas secara apik itu ditempatkan di Aula Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Bondowoso, Sabtu (5/2/2022).

“Kunjungan kerja saya ke Bondowoso selain membahas tentang program Kementerian Agama juga ada beberapa rangkaian kegiatan, salah satunya silaturahmi ke MAN ini, ternyata program yang dilakukan oleh bupati sangat baik,” ungkapnya.

Menurut Zainut, program- program dari kabupaten setempat patut diberikan apresiasi dan dukungan materil dari pemerintah pusat, sehingga dengan demikian program yang nantinya sebagai ujung tombak pembangunan daerah khususnya tentang kepesantrenan bisa berjalan sebagaimana mestinya.

“Program yang dicetuskan bupati ini sangat bagus, bagaimana beliau selaku pemimpin daerah memberikan contoh beragama yang toleran, sehingga moderasi beragama di Bondowoso khususnya, sangat bagus,” tuturnya.

Kunjungan Wamenag ini selain berdialog tentang program pemerintah juga membahas tentang program pendidikan keagamaan (Islam-red) di Sekolah. Wamennag juga memaparkan tentang pentingnya menghindari ancaman pemikiran gerakan radikalisme dalam lingkungan pendidikan dan pesantren.

“Banyak faktor penyebab terjadinya radikalisme, Agama tidak memonopoli  penyebab utama seseorang menjadi radikal,” katanya.

Dikatakan pria kelahiran Jepara, Jawa Tengah ini, radikalisme bisa bersumber dari masalah ekonomi, politik dan kesenjangan sosial. Radikalisme sendiri bisa bermakna positif dan negatif tergantung pada konteks ruang dan waktu sebagai latar belakang penggunaan istilah tersebut.

Lebih lanjut, Zainut yang juga sebagai petinggi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyimpulkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara menolak konsep final Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka tunggal Ika adalah bentuk sikap radikal.

Keempat pilar kebangsaan ini adalah kesepakatan yang dihasilkan oleh para tokoh pendiri bangsa pada saat awal pembentukan negara Indonesia yang tidak boleh diingkari dan harus menjadi pondasi hidup bersama.

Karenanya, meskipun paham khilafah diakui oleh kalangan ulama sebagai ajaran Islam dan pernah ada dalam sejarah peradaban sejarah umat islam, namun konsep tersebut tidak diberlakukan di Indonesia, karena bangsa Indonesia telah memiliki sebuah kesepakatan menjadikan bangsa Indonesia menjadi sebuah negara yang berdasarkan Pancasila.

“Kunjungan kali ini juga untuk penguatan moderasi beragama  serta untuk peningkatan fungsi ASN kementrian agama didalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat,” ujarnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button