BirokrasiHeadlinesPilihanEditor

Aktivis PPA Sesalkan Pernyataan Kades yang Sebut Balai Desa Bisa Jadi Sarana Mediasi KDRT

SUARATIMUR (BANYUWANGI) – Pernyataan salah satu kepala desa di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Jawa Timut yang dimuat di salah satu media online dengan judl “Kantor Desa Bisa Dijadikan Sarana Mediasi KDRT” dimana dalam isi berita menjelaskan “Bahwa segala perilaku berupa ancaman, pelecehan dan kekerasan fisik, psikologis dan seksual antara dua orang yang bertikai dalam satu anggota keluarga, maka layak disebut KDRT”.

Menyikapi pernyataan oknum kades tersebut, Veri Setiawan Aktivis Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kabupaten Banyuwangi angkat bicara, menurut pria yang getol memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak yang menjadi korban KDRT, bahwa apa yang disampaikan oleh seorang kepala desa tersebut harus menggunakan logika.

“Menurut hemat saya, kita pakai logika, kekerasan seksual dalam anggota keluarga misalkan bapak dan anak kandungnya, apakah itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan begitu saja? Ada kala memang menggunakan Restorative Justice, tapi apakah semudah itu dan melalui Desa sudah cukup?” ujar Veri

Veri pun balik menanyakan kewenangan dari perangkat desa tentang keadilan yang diterima oleh korban dari KDRT. “Jika ini memang dilakukan, bagaimana nasib korban pelecehan seksual dan pencabulan?. Kasus ini beda dengan kasus pidana lain menurut saya dan ini adalah atensi. Apalagi tren persoalan pencabulan ataupun pelecehan seksual di Kabupaten Banyuwangi ini meningkat,” tanya Veri.

Veri menyatakan, jika apa yang disampaikan oleh kepala desa tersebut, masih bias dan perlu dijabarkan secara luas kepada masyarakat, karena menurutnya, apa yang disampaikan oleh akan tergantung bagaimana orang memiliki penafsiran sendiri.

“Jika semua orang punya penafsiran sendiri – sendiri dalam hal penyelesaian persoalan pencabulan, tidak masalah. Namun tunjukan dasar hukum nya karena negara ini adalah negara hukum. Apalagi jika itu oknum perangkat Desa yang mengucapkan. Jika persoalan pencabulan diselesaikan di level Desa, maka saya dan mari kita semua pertanyakan kredibilitas oknum pejabat yang melakukan mediasi tersebut,” tegasnya.

Oleh karenanya, Veri mengajak Peran serta Masyarakat, kerabat, terutama rekan – rekan pergerakan atau aktivis yang peduli terhadap persolan perempuan dan anak, selain itu peran rekan jurnalis sangat berperan signifikan dalam mengawal pemberitaan kaitan persoalan pencabulan.

“Untuk para orang tua, jika ada persoalan pencabulan yang menimpa anaknya, segera laporkan ke kantor Polisi terdekat. Jika ditolak, langsung datang ke Polresta tepatnya di Unit Renakta. Di sana personal timnya sangat bersahabat dan tidak pernah menolak aduan dari masyarakat. Masa depan anak lebih penting, jangan takut intervensi dari pihak luar, karena negara kita adalah negara hukum,” pesannya.

Veri juga mengingatkan kepada kepala desa dan perangkatnya, agar terkait persoalan KDRT, khususnya kasus Asusila terlebih dengan korban yang masih dibawah umur, agar tidak mengarahkan ke penyelesaian mediasi (damai) di Desa dengan dalih apapun.

“Karena Pemerintah Desa bukan ranahnya dan bukan tupoksinya untuk melakukan mediasi persoalan pencabulan. Jika itu tetap dilakukan oleh Desa, maka bisa saja itu dikategorikan sebagai pembiaran terhadap kasus pencabulan, apa konsekwensinya? Kami dari TRC PPA akan turut mendampingi pihak korban untuk melapor ke pihak yang berwajib dalam hal ini Kepolisian,” pungkas Veri. (apong)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button